MENGEMBALIKAN KEAGUNGAN DAN JIWA/ROH HARI TUHAN MELALUI PARTISIPASI DALAM…
Text Original dapat ditemukan disini
Terjemahan Surat Pastoral William Kardinal Goh
MENGEMBALIKAN KEAGUNGAN DAN JIWA/ROH HARI TUHAN MELALUI PARTISIPASI DALAM PERAYAAN EKARISTI HARI MINGGU
Para uskup, imam, biarawan-biarawati, dan saudara-saudari yang terkasih,
Lebih dari tiga tahun telah berlalu sejak pandemi Covid-19 menjungkirbalikkan rutinitas kita sehari-hari dan membahayakan kesehatan umat. Untuk melindungi umat yang rentan, saya mengambil langkah yang sulit dan drastis dengan menutup gereja-gereja sehingga dapat meminimalkan kontribusi kita dalam memperburuk kondisi wabah. Tentu saja, kewajiban umat Katolik untuk menghadiri Misa pada hari Minggu juga dicabut. Dengan kegiatan masyarakat yang sekarang telah kembali normal dan situasi Covid-19 yang telah terkendali serta resiko kesehatan yang juga telah diminimalisir, inilah saatnya kita mendesak agar umat beriman kembali ke Gereja merayakan Perayaan Ekaristi pada hari Minggu, untuk memastikan bahwa persekutuan dengan Tuhan dan Gereja diperkuat.
Perayaan Ekaristi hari Minggu selalu dianggap sangat penting oleh Gereja. Peringatan akan kebangkitan Tuhan adalah tradisi yang berasal dari zaman para rasul dan karenanya disebut Hari Tuhan. Merayakan kebangkitan Tuhan kita adalah jantung dari iman Kristiani. Itulah dasar iman kita kepada Yesus Kristus, Anak Allah. Itu juga merupakan jawaban atas keputusasaan dunia dan makna kehidupan.
Untuk alasan ini, Gereja menetapkan hukum bahwa “pada hari Minggu dan pada hari-hari raya yang diwajibkan, orang beriman berkewajiban untuk ambil bagian dalam Misa.” (Katekismus Gereja Katolik no. 2180, bdk. Kitab Hukum Kanonik 1247). Hukum ini juga menyatakan bahwa “kecuali dibebaskan oleh alasan yang serius (umpamanya sakit, perawatan bayi, atau rentan terhadap penyakit menular) atau diberi dispensasi oleh imamnya, barang siapa melalaikan kewajiban ini dengan sengaja, melakukan dosa berat. (Katekismus Gereja Katolik no. 2181, bdk. Kitab Hukum Kanonik 1245). Hukum ini diberlakukan bukan untuk membuat hidup kita tidak nyaman tetapi untuk menggarisbawahi kewajiban yang utama bahwa partisipasi aktif dalam Perayaan Ekaristi di hari Minggu sangat penting bagi kehidupan Kristiani. Kita tidak boleh menjadikan hari Minggu, satu-satunya hari untuk Tuhan dengan hanya untuk istirahat, berbelanja, makan, atau terlibat dalam kegiatan budaya dan olahraga. Hukum Gereja ini lebih ditekankan bagi mereka yang lemah dalam kehidupan rohani, dan tidak terlalu untuk mereka yang sudah disiplin dalam kehidupan rohani.
Hukum Gereja juga penting untuk memperkuat komunitas dan membantu mereka berjalan bersama dalam iman. Itulah sebabnya kita harus memenuhi kewajiban hari Minggu tidak dengan cara asal-asalan tetapi juga menanamkan semangat ini menjadi bagian dari kehidupan rohani seseorang. Hanya sekedar “menghadiri Misa” bukan merupakan semangat yang tepat untuk menjalankan kewajiban ini. Seseorang harus berpartisipasi dalam Misa dengan tujuan memuliakan Tuhan, untuk menguduskan sepanjang hari kepada-Nya dengan mempersembahkan hidup dan cinta kita dengan sesama umat Katolik dan memperluas cinta yang kita terima dengan mereka yang belum mengenal Kristus terutama dengan karya kasih kita.
Namun, meskipun saya melihat keperluan untuk mengembalikan kewajiban hari Minggu untuk berpartisipasi dalam Perayaan Ekaristi, gereja-gereja di Singapura dihadapkan dengan kesulitan lain – untuk memenuhi peraturan keselamatan dari kebakaran dari SCDF (Singapore Civil Defence Force) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Keselamatan Kebakaran (Amandemen) 2019 untuk melindungi umat kita. Peraturan pemerintah tidak mengizinkan keramaian melebihi kapasitas di tempat ibadah sehingga umat kita tetap aman. Sederhananya, jumlah orang yang bisa ditampung di gedung atau ruangan tidak dapat melebihi batas kapasitas ruangan tersebut, baik itu berdiri atau duduk. Jika tempat ibadah dibangun untuk 1000 orang, hanya jumlah itu yang diizinkan di dalam tempat ibadah itu. Ini juga berarti bahwa sebagian besar gereja kita, untuk beberapa Misa tidak akan dapat mengakomodasi seluruh umat di gedung gereja.
Untuk mengakomodasi umat yang kembali ke gereja, maka para imam, administrator awam, anggota warden, dan anggota Gugus Tugas Kesiapsiagaan Darurat Paroki (PEPT), dengan bantuan dari Operasi Tanggap Darurat Keuskupan Agung (AERO) harus memulai persiapan untuk memastikan bahwa semua yang datang untuk Misa dapat berpartisipasi dalam liturgi meskipun kapasitas gedung utama gereja sudah penuh.
Sebagaimana ditulis oleh St Yohanes Paulus II dalam Dies Domini, “Karena umat beriman berkewajiban untuk menghadiri Misa kecuali ada hambatan besar, para imam memiliki tugas untuk memberikan kesempatan kepada semua orang untuk memenuhi kewajiban tersebut. Ketentuan hukum Gereja bergerak ke arah ini.” (Dies Domini, 49). Memang, akan menjadi hukum yang tidak adil jika umat beriman tidak bisa menghadiri Misa pada hari Minggu hanya karena seseorang tidak dapat memasuki gedung gereja. Oleh sebab itu, paroki harus membuat liturgi tersedia bagi mereka yang berdiri di luar area gedung utama gereja secara melalui siaran langsung di ruang kelas atau ruang terbuka – sehingga semua yang datang dapat berpartisipasi aktif dalam Misa.
Saya juga meminta umat untuk dapat memaklumi dan bekerja sama dengan anggota hospitality ministry, warden, anggota sukarelawan PEPT karena mereka bertugas untuk memastikan keamanan untuk semua orang yang hadir.
Seharusnya umat tidak hanya memikirkan kenyamanan mereka sendiri yang kemungkinan dapat membahayakan orang lain karena beberapa Misa terlalu ramai dan beberapa gereja lebih ramai daripada yang lain. Kami berdoa agar ada perubahan pola pikir dan gaya hidup, agar umat dapat menghadiri Misa yang tidak terlalu ramai atau bahkan menghadiri Misa di paroki yang memiliki kursi lebih dari cukup. Ada banyak contoh di mana umat membanjiri sebuah gereja ketika gereja terdekat lainnya hanya setengah atau tiga perempat penuh.
Akan tetapi, apabila memungkinkan, kita harus terus membuat Misa online tersedia bagi umat beriman yang karena sakit atau karena alasan serius lainnya tidak dapat mengambil bagian dalam Perayaan Ekaristi di hari Minggu. Meskipun partisipasi secara online sendiri tidak memenuhi kewajiban yang mengharuskan umat beriman untuk hadir secara fisik di Gereja dan menerima Komuni Kudus, Misa online menawarkan bantuan dan penghiburan bagi umat beriman yang berhalangan hadir. Akan lebih baik jika Misa online ini diikuti dengan meminta Pelayan Luar Biasa Sakramen Mahakudus untuk membawa Tubuh Kristus kepada umat beriman di rumah atau di rumah sakit, dan dengan demikian menjadi solidaritas komunitas Kristiani.
Dengan mempertimbangkan semua ini, saya mencabut keputusan yang mulai berlaku pada pukul 12 siang pada tanggal 15 Februari 2020 yang menangguhkan kewajiban akan kehadiran pada Misa hari Minggu. Partisipasi dalam Ekaristi pada hari Minggu atau senja hari pada hari Sabtu diwajibkan untuk memenuhi kewajiban hari Minggu, termasuk juga menguduskan hari tersebut. Keputusan ini akan kembali berlaku secara resmi pada Minggu Paskah, 9 April 2023.
Dengan setia di dalam Tuhan,
William Kardinal Goh
Uskup Agung Singapura
Diumumkan pada 10 Maret 2023
Diterjemahkan oleh Keluarga Katolik Indonesia di Singapura (KKIS)